Peran Nelayan Terhadap Keberlangsungan Hidup Penyu (peringatan hari nelayan 06 April 2015)

Bertepatan tanggak 06 April 2015 mungkin hanya sebagian saja yang tahu bahwasanya hari tersebut merupakan hari Nelayan, peringatan hari ini hendaknya diiringi oleh kesadaran para nelayan yang mana Nelayan memiliki peran yang sangat penting terhadap keberlangsungan hidup penyu

Bahaya Konsumsi Telur Penyu

Dari hasil penelitian terhadap kandungan dan manfaat telur penyu tidak di dapatkan atau di temukan kandungan istimewa dan menguntungkan dari telur penyu, Kandungan Protein telur penyu tidaklah lebih dari kandungan Protein telur ayam fakta sebaliknya ternyata...

Potensi Adat Istiadat Pulau Enggano Terhadap Pelestarian Penyu

Ada salah satu kebudayaan adat istiadat di Pulau enggano yang menjadi daya tarik sendiri yaitu menggunakan penyu sebagai hidangan di acara adat maupun acara pernikahan

Hari Penyu Sedunai

Pada Tanggal 21 – 23 Mei 2015 Mapetala dan Komunitas Penyu Bengkulu melakukan Peringatan Hari Penyu Sedunia yang jatuh pada tanggal 23 Mei di TWA Air Hitam. Dengan dukungan oleh KP3ALH, BKSDA Mukomuko dan BKSDA Provinsi Bengkulu.

Gagasan Pembentukan Wadah yang Bergerak dalam Upaya Pelestarian Penyu Bengkulu

Diskusi yang diadakan pada hari Senin Tanggal 20 April 2015 di salah satu warung kopi kawasan Unib belakang dengan bebrapa orang yang terdiri dari tim penggagas untuk membentuk sebuah wadah yang bergerak terhadap upaya pelestarian penyu, Pembicaran memakan waktu kurang lebih dua jam untuk menemukan kesepakatan mengenai latar belakang kenapa...

Rabu, 29 April 2015

Pertemuan Kedua, Aturan Bersama

       Layaknya Penyu dimalam hari, yang ingin bertelur untuk menghasilkan generasi penerus bagi kehidupan mereka. Begitu juga dengan pertemuan malam itu, 28 April 2015 teman teman yang rela meluangkan waktu dan pemikiran mereka untuk membuat aturan bersama dalam pergerakan Konservasi Penyu.
       Pertemuan yang diiringi dengan kopi dan masih ditempat yang sama sebelumnya, warung kopi dengan suasana yang santai dengan pemikiran luar biasa. Perbincangan hangat degan menyepakati beberapa hal yang sangat penting antara lain nama dari Komunitas ini. Begitu juga dengan Aturan bersama yang nantinya akan dijadikan acuan untuk melangkah kedepannya. Seiring dengan kopi yang mulai dingin tidak mempengaruhi perbincangan yang semakin malam, begitu juga dengan aroma kopi hitam, menggambarkan aroma cita cita yang semakin tercium ketika melihat tingginya semangat itu.
      Ketika aturan sudah terbuat untuk bergerak kita memiliki acuan, kemudian menjadi roda penggerak untuk bergerak. Aturan mulai diatur dan dirumuskan secara bersama, Dimulai dari nama Komunitas ini yaitu "Penyu Bengkulu" dengan berasaskan Pancasila, bersifat umum dan terbuka yang bergerak dalam Konservasi Penyu Provinsi Bengkulu Khususnya Kota Bengkulu serta organisasi ini adalah organisasi Non Profit yang pergerakannya murni untuk pelestarian Penyu tanpa adanya kepentingan apapun apalagi keuntungan Materil.
       Dalam kesempatan ini juga menyepakati tentang media resmi dari Komunitas ini yaitu, Facebook : Penyu Bengkulu, Website : penyubengkulu.blogspot.com yang kemudian akan menjadi media kampanye atau publikasi terhadap perkembangan, pergerakan serta sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pelestarian Penyu Bengkulu. Kemudian untuk hal hal yang belum diatur akan disepakati secara bersama kedepannya.
        Diakhir perbincangan,  kita menyepakati untuk membahas mengenai Rencana dan Strategi. langkah awal yang dilakukan yaitu survei lokasi Penyu mendarat khususnya di Kota Bengkulu dengan wawancara langsung dengan masyarakat pesisir serta pengamatan lokasi yang berpotensi untuk Penyu mendarat. ketika sudah diketahui dimana saja titik penyu mendarat kemudian langkah selanjutnya tentu bergerak dalam titik itu. (Ayub Saputra).



Suasana Diksusi

Sabtu, 25 April 2015

Awal Yang Baik Untuk Komunitas Penyu Bengkulu

           Sabtu, 25 April 2015 merupakan hari yang tidak terduga duga oleh anggota Penyu Bengkulu. Karena pada hari tersebut kita berkesempatan untuk berkumpul dengan Kelompok yang  juga bergerak dalam pelestarian Penyu kemudian Diskusi dimulai dan semakin hangat.
          Penyu Bengkulu merupakan salah satu komunitas dari pergerakan Mahasiswa yang diundang dalam pertemuan di Rumah makan Marolla. dalam pertemuan ini juga dihadiri oleh teman teman dari IPB dan Bengkulu Sea Turtle Fondation, YP4B, Mapetala Unib, KP3LH dan masyarakat dari berbagai daerah yang semuanya bergerak dalam upaya pelestarian penyu.
         Kedepannya akan ada upaya yang dilakukan secara bersama untuk bagaimana mengembangkan kepedulian masyarakat Bengkulu terhadap keberadaan Penyu. Ini merupakan hal yang tidak mudah, maka dari itu perlu pemikiran dari kita yang hadir disini dari sudut pandang yang berbeda beda, ujar Pak Ramdani selaku moderator pembukaan Diskusi hari ini.
          Diskusi semakin menarik ketika semuanya menyampaikan pemikiran mereka mengenai keberadaan Penyu karena mengingat hewan ini termasuk hewan yang terancam punah serta dilindungi secara hukum maka perlu pergerakan untuk kita semua. Kemudia dari diskusi hari ini akan diadakan pertemuan selanjutnya untuk memberikan pemahaman Satwa Langka Penyu secara keseluruan dengan mendatangkan ahli dalam bidangnya. Inti dari pembicaraan ini bagaimana komunitas komunitas yang hadir pada hari ini harus mampu melibatkan partisipasi masyarakat, yang sebelumnya masyarakat adalah pemburu Penyu serta telurnya menjadi masyarakat yang memiliki pemahaman yang baru untuk menjaga habitat dan ekosistem kehidupan Penyu. 
          Awal yang baik bagi anggota Penyu Bengkulu terhadap pergerakannya karena dapat bertemu dengan teman teman yang satu pemikiran untuk melakukan upaya pelestarian Penyu dengan pengembangan dan partisipasi masyarakat di Bumi Rafflesia ini. (Ayub Saputra)


Suasana diskusi di rumah makan Marolla. Bengkulu 25 April 2015

Senin, 20 April 2015

Gagasan Pembentukan Wadah yang Bergerak dalam Upaya Pelestarian Penyu Bengkulu

Diskusi yang diadakan pada hari Senin Tanggal 20 April 2015 di salah satu warung kopi kawasan Unib belakang dengan bebrapa orang yang terdiri dari tim penggagas untuk membentuk sebuah wadah yang bergerak terhadap upaya pelestarian penyu, Pembicaran memakan waktu kurang lebih dua jam untuk menemukan kesepakatan mengenai latar belakang kenapa Perlu Wadah untuk melakukan pergerakan terhadap Pelestarian Penyu Bengkulu.
Adapun Latar belakang yang menjadi kesepakatan untuk terbentuknya Wadah ini adalah :
  1. Bahwasanya Masalah Penyu di Provinsi Bengkulu kurang memiliki pergerakan serta pengembangan masyarakat terhadap pelestarian Penyu Bengkulu.
  2. Bengkulu memiliki potensi besar terhadap keberadaan Penyu untuk melakukan Peneluran.
  3. Melakukan Konservasi terhadap ekosistem Penyu Bengkulu.
  4. Sebagai wadah untuk melakukan upaya Advokasi Lingkungan.
  5. Menyalurkan Kreatifitas.
  6. Mendorong Daya Pariwisata Bengkulu lewat Penyu.
  7. Sebagai Wadah untuk mengenalkan Penyu Bengkulu keranah Nasional maupun Internasional.
  8. Menjadi Sarana Untuk pembelajaran Penyu.
  9. Agar cucu kita tahu kalau Penyu itu ada dan akan tetap ada hingga dia memiliki cucu (agar Penyu tidak punah.
  10. Untuk mengetahui Penyu Lebih baik
  11. Menjadi sarana untuk pembelajaran mengenai Penyu.
Disepakati secara bersama kemudian akan diagendakan kembali pertemuan selanjutnya tanggal 27 April 2015  untuk membahas lebih detail mengenai wadah yang akan dibentuk.
Tim penggagas Terdiri dari :
  1. Ayub Saputra
  2. Bima Satria Yudha
  3. Nova Winda Sari
  4. Meike Indah Erlina
  5. Susilaswati Susan
  6. Ofet Anggoto Putra
  7. Putri Wulansari
  8. S. Hendratno 
Peserta Diskusi

Absensi Tim Penggagas

Senin, 06 April 2015

Peran Nelayan Terhadap Keberlangsungan Hidup Penyu (peringatan hari nelayan 06 April 2015)

          Bertepatan tanggal 06 April 2015 mungkin hanya sebagian saja yang tahu bahwasanya hari tersebut merupakan hari Nelayan, peringatan hari ini hendaknya diiringi oleh kesadaran para nelayan yang mana Nelayan memiliki peran yang sangat penting terhadap keberlangsungan hidup penyu, bagaimana tidak butuh proses dan waktu yang lama ketika ingin penyu sampai dengan dewasa hidup lepas di samudera akan tetapi ini akan berakhir cepat ketika penyu ini diambil oleh para nelayan melalui alat tangkap trawl atau sejenisnya yang menjaring penyu sebagai hewan yang dilindungi.
“Penerbitan Peraturan Menteri No. 2/2015 untuk menghentikan total penggunaan alat penangkapan ikan jenis trawl di perairan Indonesia merupakan langkah yang tepat, karena alat tangkap tersebut berkontribusi besar terhadap rusaknya habitat laut, pemborosan sumber daya laut, mempengaruhi siklus hidup biota laut, dan mengancam populasi biota kunci yang menjaga keseimbangan alam, seperti penyu dan hiu
http://www.wwf.or.id/?37423/Alat-Tangkap-Trawl-Ancam-Keberlanjutan-Sumber-Daya-Laut
  
          Trawl merupakan pukat harimau yang merugikan nelayan-nelayan kecil. Pukat harimau menjaring ikan hingga yang terkecil. Selain merusak terumbu karang, mengancam ikan besar sampai kecil, semuanya di ambil semua yang didepan dijaring entah itu hewan yang dilindungi atau tidak.
           



         Melalui peringatan hari Nelayan ini semoga akan dapat menumbuhkan rasa peduli kita terhadap kehidupan penyu atau menciptakan peran nelayan yang sangat penting untuk menjaga kelestarian penyu tidak hanya untuk nelayan akan tetapi bagi orang orang yang sering membeli daging penyu ataupun telurnya dan untuk pemerintah tidak hanya sebatas peraturan melainkan juga mengembangan kapasitas dan mengayomi nelayan juga sangat diperlukan agar produk perikanan yang dihasilkan memiliki daya saing dan nilai tambah. (Ayub Saputra)
                                                             Kondisi penyu yang terperangkap
                                                                  Michael Gunther / WWF

Sabtu, 04 April 2015

UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem


UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1990
TENTANG
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
  1. bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan;
  2. bahwa pembangunan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;
  3. bahwa unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem;
  4. bahwa untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri;
  5. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada dan masih berlaku merupakan produk hukum warisan pemerintah kolonial yang bersifat parsial, sehingga perlu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kepentingan nasional;
  6. bahwa peraturan perundang-undangan produk hukum nasional yang ada belum menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  7. bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam suatu undang-undang.
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
  3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
  4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);
  5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
  1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
  2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
  3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi.
  4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di air.
  5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara.
  6. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
  7. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
  8. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.
  9. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
  10. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
  11. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
  12. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan.
  13. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
  14. Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
  15. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
  16. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Pasal 2
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.
Pasal 3
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Pasal 4
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Pasal 5
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
  1. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
  2. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
  3. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
BAB II
PERLINDUNGAN SISTEM PENYANGGA KEHIDUPAN
Pasal 6
Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk.
Pasal 7
Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Pasal 8
(1) Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pemerintah menetapkan:
  1. wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
  2. pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
  3. pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut.
(2) Dalam rangka pelaksanaan perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pemerintah mengatur serta melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8.
(3) Tindakan penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan.
BAB III
PENGAWETAN KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA BESERTA EKOSISTEMNYA
Pasal 11
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan melalui kegiatan:
  1. pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
  2. pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Pasal 12
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.
Pasal 13
(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam.
(2) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya.
(3) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan.
BAB IV
KAWASAN SUAKA ALAM
Pasal 14
Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 terdiri dari:
  1. cagar alam;
  2. suaka margasatwa.
Pasal 15
Kawasan suaka alam selain mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Pasal 16
(1) Pengelolaan kawasan suaka alam dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai upaya pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penetapan dan pemanfaatan suatu wilayah sebagai kawasan suaka alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
(2) Di dalam suaka margasatwa dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Dalam rangka kerjasama konservasi internasional, khususnya dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya dapat ditetapkan sebagai cagar biosfer.
(2) Penetapan suatu kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya sebagai cagar biosfer diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kegiatan pembinaan habitat untuk kepentingan satwa di dalam suaka margasatwa.
(3) Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
BAB V
PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
Pasal 20
(1) Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
  1. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
  2. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan dalam:
  1. tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
  2. tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang dilarang untuk :
  1. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
  2. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
(2) Setiap orang dilarang untuk :
  1. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
  2. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
  3. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
  4. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
  5. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

Pasal 22
(1) Pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.
(2) Termasuk dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin Pemerintah.
(3) Pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemasukan tumbuhan dan satwa liar dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Apabila terjadi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, tumbuhan dan satwa tersebut dirampas untuk negara.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi atau bagian-bagiannya yang dirampas untuk negara dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa, kecuali apabila keadaannya sudah tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baik dimusnahkan.
Pasal 25
(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukan dalam bentuk pemeliharaan atau pengembangbiakan oleh lembaga-lembaga yang dibentuk untuk itu.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMANFAATAN SECARA LESTARI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
Pasal 26
Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
  1. pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;
  2. pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.

Pasal 27
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan.
Pasal 28
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.
BAB VII
KAWASAN PELESTARIAN ALAM
Pasal 29
(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 terdiri dari:
  1. taman nasional;
  2. taman hutan raya;
  3. taman wisata alam.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan pelestarian alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 31
(1) Di dalam taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan.
Pasal 32
Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan.
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Pasal 34
(1) Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2) Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
(3) Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu.
BAB VIII
PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pasal 36
(1) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk:
  1. pengkajian, penelitian dan pengembangan;
  2. penangkaran;
  3. perburuan;
  4. perdagangan;
  5. peragaan;
  6. pertukaran;
  7. budidaya tanaman obat-obatan;
  8. pemeliharaan untuk kesenangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PERAN SERTA RAKYAT
Pasal 37
(1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
(2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 39
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(2) Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk:
  1. melakukan pemeriksanaan atas laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  2. melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  3. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam;
  4. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  5. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  6. membuat dan menandatangani berita acara;
  7. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 40
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah pelanggaran.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Hutan suaka alam dan taman wisata yang telah ditunjuk dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini dianggap telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dan taman wisata alam berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 42
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku sampai dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
  1. Ordonansi Perburuan (Jachtordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 133);
  2. Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar (Dierenbeschermingsordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 134);
  3. Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtoddonnantie Java en Madoera 1940 Staatsblad 1939 Nummer 733);
  4. Ordonansi Perlindungan Alam (Natuurbeschermingsordonnantie 1941 Staatsblad 1941 Nummer 167); dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 44
Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Konservasi Hayati.
Pasal 45
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 1990

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1990 NOMOR 49
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan
ttd
Bambang Kesowo, S.H.,LL.M.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com