Peran Nelayan Terhadap Keberlangsungan Hidup Penyu (peringatan hari nelayan 06 April 2015)

Bertepatan tanggak 06 April 2015 mungkin hanya sebagian saja yang tahu bahwasanya hari tersebut merupakan hari Nelayan, peringatan hari ini hendaknya diiringi oleh kesadaran para nelayan yang mana Nelayan memiliki peran yang sangat penting terhadap keberlangsungan hidup penyu

Bahaya Konsumsi Telur Penyu

Dari hasil penelitian terhadap kandungan dan manfaat telur penyu tidak di dapatkan atau di temukan kandungan istimewa dan menguntungkan dari telur penyu, Kandungan Protein telur penyu tidaklah lebih dari kandungan Protein telur ayam fakta sebaliknya ternyata...

Potensi Adat Istiadat Pulau Enggano Terhadap Pelestarian Penyu

Ada salah satu kebudayaan adat istiadat di Pulau enggano yang menjadi daya tarik sendiri yaitu menggunakan penyu sebagai hidangan di acara adat maupun acara pernikahan

Hari Penyu Sedunai

Pada Tanggal 21 – 23 Mei 2015 Mapetala dan Komunitas Penyu Bengkulu melakukan Peringatan Hari Penyu Sedunia yang jatuh pada tanggal 23 Mei di TWA Air Hitam. Dengan dukungan oleh KP3ALH, BKSDA Mukomuko dan BKSDA Provinsi Bengkulu.

Gagasan Pembentukan Wadah yang Bergerak dalam Upaya Pelestarian Penyu Bengkulu

Diskusi yang diadakan pada hari Senin Tanggal 20 April 2015 di salah satu warung kopi kawasan Unib belakang dengan bebrapa orang yang terdiri dari tim penggagas untuk membentuk sebuah wadah yang bergerak terhadap upaya pelestarian penyu, Pembicaran memakan waktu kurang lebih dua jam untuk menemukan kesepakatan mengenai latar belakang kenapa...

Kamis, 01 Oktober 2015

Penyu Terlindungi, Adat Istiadat Enggano Berjalan


Penyu diatas bukanlah ditangkap untuk dijual ataupun dikonsumsi sehari hari. di Kecamatan Enggano memiliki Adat Istiadat dalam Pemanfatan Penyu sebagai syarat Melaksanakan Acara Adat.dengan adanya fenomena ini ketika berbicara dengan aturan pemerintahan tentu adalah perilaku melawan hukum karena Penyu Merupakan Hewan Dilindungi.

Surat Edaran Menteri Nomor 526/MEN/-KP/VIII/2015 “TENTANG PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PENYU, TELUR, BAGIAN TUBUH, DAN/ ATAU PRODUK TURUNANNYA”  sudah jelas mengatakan bahwasanya penyu merupakan jenis ikan yang dilindungi baik dalam hukum Nasional maupun ketentuan Internasional.
Akan tetapi yang menjadi persoalan ketika dipandang dari Adat Istiadat, tentu ini bukanlah  hal yang  efektif apabila secara langsung dilarang atau dihentikan secara paksa tanpa aturan dan proses duduk bersama, perlu adanya penanganan secara perlahan untuk dapat menanggulangi persoalan ini, dengan adanya Adat Istiadat Penyu yang dijadikan “Syarat” dalam konteks acara adat, bisa jadi ini merupakan potensi untuk mengerakan partisipasi masyarakat untuk melindungi dan melestarikan penyu, alasanya pertama, bagaimana adat istiadat itu akan berjalan ketika penyu tidak lagi didapat di Enggano. Kedua, Keberadaan Penyu bisa menjadi daya tarik untuk wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung  dan masyarakat enggano sebagai Fasilitatornya serta banyak penelitian yang akan dilakukan sehingga menjadi data pembelajaran manusia. Akan tetapi ketika ini dibiarkan dan tidak adanya upaya penanganan secara khusus maka bukan tidak mungkin  dalam beberapa tahun kedepan Populasi Penyu tidak lagi ditemukan di Enggano.
Banyak persoalan yang perlu diatur kedepannya dalam rangka melaksanakan adat istiadat yang menggunakan Penyu sebagai syarat di Enggano, adat tidaklah salah tapi bagaimana adat istiadat itu mampu mengikuti kondisi mengingat Penyu termasuk hewan yang langkah, meniadakan adat tersebut bukanlah hal yang benar karena acara adat yang menggunakan penyu sudah dilakukan sejak zaman dahulu, akan tetapi perlu pengaturan yang jelas mengenai Pemanfaatan Penyu, sehingga masyarakat tidak lagi hanya berbicara pemanfaatan akan tetapi juga bicara perlindungan tentu mesti dimulai secara perlahan.

Sejauh ini banyak persoalan yang bisa mencegah kepunahan dengan tidak menghilangkan adat istiadat yang ada, dengan mengatur sedemikian rupa melalui musyawarah adat yang di fasilitasi baik dari Pemerintah, Mahasiswa, dan sebagainya untuk menimbulkan inisiatif masyarakat adat Enggano sehingga tercipta aturan yang mengatur mengenai apa saja upacara adat yang wajib diadakannya Penyu sebagai syarat Adat Istiadat, Berapa kesepakan Jumlah Penyu yang akan digunakan pada saat Upacara Adat, Jenis dan usia Penyu yang digunakan serta apa bentuk upaya perlindungan dari masyarakat itu sendiri. ketika ini diatur dan disepakati oleh masyarakat adat itu sendiri tentu inilah hal yang paling utama dalam melestarikan Penyu tanpa harus bersentuhan langsung dengan Objeknya, ada banyak cara yang dapat dilakukan terutama membesarkan tukik di penangkaran itu merupakan hal yang paling dihindari karena Tukik lebih sehat dan alami ketika menetas langsung lepas kelaut bebas.

Sebelumnya sudah ada diskusi yang dilaksanakan untuk mengatur persoalan seperti ini
berdasarkan penyampaian Paabuki selaku Koordinator Seluruh Kepala Suku yang ada di Kecamatan Enggano, akan tetapi dalam kenyataanya jumlah Penyu yang digunakan pada saat acara adat lepas dari ketentuan yang diatur sehingga melatarbelakangi diangkatnya kembali Sebuah Diskusi yang diselengarakan oleh Mahasiswa KKN UNIB 76  yang berlokasi Di Enggano tepatnya di Desa Meok, dengan dihadiri Camat Enggano, Paabuki serta Masyarakat dan Mahasiswa dalam diskusi ini memliki keterbatasan karena peserta diskusi tidak mencakup secara keseluruhan, akan tetapi ketika bicara esensi dari diskusi tersebut dapat menjadi langkah awal untuk mencoba kembali menciptakan perlindungan terhadap Penyu, karena merubah sikap dan pola pikir bukanlah hal yang gampang.  menurut Masyarakat adat Enggano dan Diskusi awal ini harapannya mampu menjadi titik awal kembali dan harapanya dapat berkesinambungan


Dalam Diskusi yang dilaksanakan pada 10 Agustus 2015 dengan Tema "Peran Pemerintahan, Masyarakat Adat dan Nelayan terhadap Pemanfaatan serta Perlindungan Penyu, Selama Diskusi berlangsung terdapat rekomendasi yang positip dari Masyarakat  yang meminta agar adanya kejelasan dari aturan Penyu ini sebagai Hewan yang dilindungi Karena Penyu berdampingan dengan Adat Istiadat Enggano. http://gerbangbengkulu.com/2015/09/11/warga-enggano-minta-kejelasan-undang-undang-penyu/
selain itu rekomendasinya agar Diskusi ini tidak hanya dilakukan hanya sebatas ini, perlu dibuat diskusi kembali yang mencakup keseluruhan masyarakat adat Enggano.
Oleh karena itu Diskusi selanjutnya dianggap penting  agar adanya perlindungan dari tiga aspek yang disepakati dan diatur secara bersama  yaitu Pemerintahan, Masyarakat Adat dengan Adat Istiadatnya dan upaya perlindungan yang dilakukan masyarakat itu sendiri. ini  yang merupakan sasaran utama dalam kesepakatan sehingga menciptakan solusi yang tidak memberatkan satu pihak agar Penyu Terlindungi, Adat Istiadat Enggano Berjalan". Ayub Saputra





Peserta Diskusi dengan Tema "Peran Pemerintahan, Masyarakat Adat dan Nelayan terhadap Pemanfaatan dan Perlindungan Penyu













 
 

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com