Penyu diatas bukanlah ditangkap untuk dijual ataupun dikonsumsi sehari hari. di
Kecamatan Enggano memiliki Adat Istiadat dalam Pemanfatan Penyu sebagai syarat Melaksanakan Acara Adat.dengan adanya fenomena ini ketika berbicara dengan aturan pemerintahan
tentu adalah perilaku melawan hukum karena Penyu Merupakan Hewan Dilindungi.
Surat Edaran Menteri Nomor 526/MEN/-KP/VIII/2015 “TENTANG PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PENYU,
TELUR, BAGIAN TUBUH, DAN/ ATAU PRODUK TURUNANNYA” sudah jelas mengatakan bahwasanya penyu
merupakan jenis ikan yang dilindungi baik dalam hukum Nasional maupun ketentuan
Internasional.
Akan tetapi yang menjadi persoalan ketika dipandang
dari Adat Istiadat, tentu ini bukanlah hal yang efektif apabila secara langsung dilarang atau
dihentikan secara paksa tanpa aturan dan proses duduk bersama, perlu adanya
penanganan secara perlahan untuk dapat menanggulangi persoalan ini, dengan
adanya Adat Istiadat Penyu yang dijadikan “Syarat” dalam konteks acara adat,
bisa jadi ini merupakan potensi untuk mengerakan partisipasi masyarakat untuk
melindungi dan melestarikan penyu, alasanya pertama, bagaimana adat istiadat
itu akan berjalan ketika penyu tidak lagi didapat di Enggano. Kedua,
Keberadaan Penyu bisa menjadi daya tarik untuk wisatawan lokal maupun mancanegara
untuk berkunjung dan masyarakat enggano sebagai Fasilitatornya serta banyak penelitian yang akan dilakukan sehingga menjadi data pembelajaran manusia. Akan tetapi
ketika ini dibiarkan dan tidak adanya upaya penanganan secara khusus maka bukan
tidak mungkin dalam beberapa tahun
kedepan Populasi Penyu tidak lagi ditemukan di Enggano.
Banyak persoalan yang perlu diatur kedepannya dalam rangka melaksanakan adat istiadat yang menggunakan Penyu sebagai syarat di Enggano, adat tidaklah salah tapi bagaimana adat istiadat itu mampu mengikuti kondisi mengingat Penyu termasuk hewan yang langkah, meniadakan adat tersebut bukanlah hal yang benar karena acara adat yang menggunakan penyu sudah dilakukan sejak zaman dahulu, akan tetapi perlu pengaturan yang jelas mengenai Pemanfaatan Penyu, sehingga masyarakat tidak lagi hanya berbicara pemanfaatan akan tetapi juga bicara perlindungan tentu mesti dimulai secara perlahan.
Sejauh ini banyak persoalan yang bisa mencegah kepunahan dengan tidak menghilangkan adat istiadat yang ada, dengan mengatur sedemikian rupa melalui musyawarah adat yang di fasilitasi baik dari Pemerintah, Mahasiswa, dan sebagainya untuk menimbulkan inisiatif masyarakat adat Enggano sehingga tercipta aturan yang mengatur mengenai apa saja upacara adat yang wajib diadakannya Penyu sebagai syarat Adat Istiadat, Berapa kesepakan Jumlah Penyu yang akan digunakan pada saat Upacara Adat, Jenis dan usia Penyu yang digunakan serta apa bentuk upaya perlindungan dari masyarakat itu sendiri. ketika ini diatur dan disepakati oleh masyarakat adat itu sendiri tentu inilah hal yang paling utama dalam melestarikan Penyu tanpa harus bersentuhan langsung dengan Objeknya, ada banyak cara yang dapat dilakukan terutama membesarkan tukik di penangkaran itu merupakan hal yang paling dihindari karena Tukik lebih sehat dan alami ketika menetas langsung lepas kelaut bebas.
Sebelumnya sudah ada diskusi yang dilaksanakan untuk mengatur persoalan seperti ini
berdasarkan penyampaian Paabuki selaku Koordinator Seluruh Kepala Suku yang ada di Kecamatan Enggano, akan tetapi dalam kenyataanya jumlah Penyu yang digunakan pada saat acara adat lepas dari ketentuan yang diatur sehingga melatarbelakangi diangkatnya kembali Sebuah Diskusi yang diselengarakan oleh Mahasiswa KKN UNIB 76 yang berlokasi Di Enggano tepatnya di Desa Meok, dengan dihadiri Camat Enggano, Paabuki serta Masyarakat dan Mahasiswa dalam diskusi ini memliki keterbatasan karena peserta diskusi tidak mencakup secara keseluruhan, akan tetapi ketika bicara esensi dari diskusi tersebut dapat menjadi langkah awal untuk mencoba kembali menciptakan perlindungan terhadap Penyu, karena merubah sikap dan pola pikir bukanlah hal yang gampang. menurut Masyarakat adat Enggano dan Diskusi awal ini harapannya mampu menjadi titik awal kembali dan harapanya dapat berkesinambungan
Dalam Diskusi yang dilaksanakan pada 10 Agustus 2015 dengan Tema "Peran Pemerintahan, Masyarakat Adat dan Nelayan terhadap Pemanfaatan serta Perlindungan Penyu, Selama Diskusi berlangsung terdapat rekomendasi yang positip dari Masyarakat yang meminta agar adanya kejelasan dari aturan Penyu ini sebagai Hewan yang dilindungi Karena Penyu berdampingan dengan Adat Istiadat Enggano. http://gerbangbengkulu.com/2015/09/11/warga-enggano-minta-kejelasan-undang-undang-penyu/
selain itu rekomendasinya agar Diskusi ini tidak hanya dilakukan hanya sebatas ini, perlu dibuat diskusi kembali yang mencakup keseluruhan masyarakat adat Enggano.
Oleh karena itu Diskusi selanjutnya dianggap penting agar adanya perlindungan dari tiga aspek yang disepakati dan
diatur secara bersama yaitu
Pemerintahan, Masyarakat Adat dengan Adat Istiadatnya dan upaya perlindungan yang dilakukan masyarakat itu sendiri. ini yang merupakan sasaran utama dalam
kesepakatan sehingga menciptakan solusi yang tidak memberatkan
satu pihak agar “Penyu Terlindungi, Adat Istiadat Enggano Berjalan". Ayub Saputra
Peserta Diskusi dengan Tema "Peran Pemerintahan, Masyarakat Adat dan Nelayan terhadap Pemanfaatan dan Perlindungan Penyu |
0 komentar:
Posting Komentar